INDONESIA(Auranews.co.id) – Perjalanan panjang Industri Minyak dan Gas (MIGAS) hingga saat ini yang menjadi penopang utama perekonomian Nasional sehingga memberikan dampak nyata bagi pembangunan Negeri. Dikarenakan itu Pemerintah diharapkan agar terus memprioritaskan Industri Migas ini.
Dalam beberapa tahun yang akan datang Ketahanan Migas atau keterjaminan pasokan Migas akan terus berkelanjutan. Berdasarkan data SKK Migas, lifting minyak nasional hingga 31 Agustus 2020 mencapai 706,9 ribu barel per hari (bph), sedikit lebih tinggi dari target yang direvisi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBNP) 2020 sebesar 705 ribu bph.
Sedangkan untuk realisasi salur gas hingga Agustus 2020, SKK Migas mencatat salur gas sebesar 5.516 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 99,3 persen dari target APBN-P yakni 5.556 MMSCFD.

Bila dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi, pemerintah pada awalnya menargetkan lifting minyak dalam APBN 2020 sebesar 755 ribu bph dan lifting gas sebesar 6.670 MMSCFD.
Selanjutnya, pihak SKK Migas dan perusahaan migas atau dikenal dengan istilah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah sepakat untuk mencapai target lifting minyak sebesar 705.000 barel per hari (bph) dan lifting gas sebesar 5.638 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2021.
Dengan demikian, produksi migas nasional pada tahun depan tidak mengalami penurunan, sehingga dapat memenuhi target yang ditetapkan. Berdasarkan usulan KKKS dalam pre Rencana Kerja dan Anggaran (WP&B) 2021, pihak SKK Migas mengidentifikasi perlunya langkah-langkah tambahan agar target lifting itu tercapai.
Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini krisis energi melanda beberapa negara di dunia. Kondisi ini sangat berbeda dengan tahun lalu di mana terjadi kelebihan suplai sehingga menyebabkan harga jatuh sangat dalam.
“Ini membuktikan ketidakpastian energi Migas di masa depan, bahkan meningkat sehingga kita sebagai negara yang berdaulat perlu meningkatkan ketahanan energi dan Migas,” ujarnya dalam Forum Kapasitas Nasional 2021, Kamis (21/10/2021).
Luhut melanjutkan, untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang maka sangat dibutuhkan peningkatan terhadap ketahanan energi.
“Dalam peningkatan pembangunan ke depannya tentu kita akan membutuhkan energi yang lebih banyak,” ungkapnya.
Kemudian, dalam kegiatan industri Migas juga akan menciptakan multiplier effects pada ekonomi nasional, baik dampak secara langsung, tidak langsung, maupun induksi. Secara langsung efek berantai dirasakan oleh operator minyak dan gas dan provider layanan minyak dan gas. Secara tidak langsungnya akan berdampak juga pada sektor transportasi, industry hilir, informasi, teknologi dan lainnya. Sedangkan dampak induksinya akan dirasakan di sektor utilitas, infrastruktur, keamanan nasional dan lainnya.
Memang tidak bisa dipungkiri lagi, keberadaan Industri Hulu Migas di suatu Negara, menjadi penopang penting bagi percepatan pembangunan di setiap wilayah yang ada di Negara tersebut. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjadikan sektor Migas sebagai salah satu sumber pendapatan terbesarnya, melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pajak Penghasilan (PPh) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari sektor Migas.
Bayangkan saja, di tahun anggaran 2020 kemarin, sektor Migas mampu menyumbang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 69,08 triliun, atau sekitar 4,19 persen dari seluruh pendapatan Negara, melalui kontribusi PNBP sektor Migas. Sementara dari PPh dan PBB sektor Migas, menyumbang sebesar Rp 47,11 triliun, atau sekitar 2,86 persen. Untuk diketahui, APBN tahun anggaran 2020 sebesar Rp 1.647,78 triliun.
Sebagai dampak dari aktifitas sektor Hulu Migas diatas, adalah Multiplier Effect Ekonomi yang nyata bagi masyarakat maupun Pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Pencapaian hasil lifting Migas Nasional adalah penopang penting APBN Nasional. Bagi daerah penghasil, DBH Migas adalah andalan sumber anggaran bagi pembangunan di daerah.
Sektor Hulu Migas juga memberikan dampak Multiplier Effect yang lain, seperti Pajak dan Retribusi Pusat dan Daerah, Participating Interest, kesempatan lapangan usaha dan kesempatan kerja, Program Pengembangan Masyarakat (PPM) dan efek positif lainnya.
Sehingga, dapat terciptanya hubungan harmonis dalam kegiatan bisnis dan kegiatan operasi di daerah. Namun, tugas dan tanggung jawab besar dan utama SKK Migas dan KKKS, adalah untuk meningkatkan produksi dan bertambahnya cadangan Migas, guna ketersedian Migas di Indonesia.
SKK Migas dan seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terus meningkatkan implementasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan sosialisasi pengembangan kapasitas nasional industri hulu migas. Hal ini dilakukan demi terciptanya multiplier effect bagi perekonomian nasional maupun daerah.
Keberadaan industri hulu migas beserta penunjangnya telah memberikan dukungan bagi kelangsungan industri lain terutama di masa pandemi Covid-19 dengan tidak menghentikan kegiatan selama pandemi namun tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ketat.
Asal tahu saja, industri hulu migas telah membantu Pemerintah terhadap perputaran roda perekonomian nasional maupun daerah. Pada tahun 2020 kontribusi hulu migas ke penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau tercapai 144% dari target APBNP 2020.
Hingga Agustus 2021, penerimaan negara dari sektor hulu migas sudah mencapai Rp 125 triliun atau 125% dari target 2021. Industri hulu migas telah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara yang membutuhkan banyak biaya untuk penanggulangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Seperti yang diketahui, sepanjang 2021 harga minyak dunia mengalami kenaikan. Hal ini mendorong perekonomian dalam negeri ke arah yang lebih baik karena meningkatkan tingkat keekonomian industri migas. Momentum tersebut perlu didukung dengan pemberian insentif agar investasi dapat segera mengalir sehingga industri penunjang akan ikut menikmatinya.(MRA)

